Karya Ilmiah Rohani : KRISTOLOGI PLURALISTIK
KRISTOLOGI
PLURALISTIK
Oleh
Joko Lelono, M. Th
Joko Lelono, M. Th
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI INJILI INDONESIA
SAMARINDA
28 JUNI 2019
SAMARINDA
28 JUNI 2019
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI ...................................................................... 2
BAB
I PENDAHULUAN ................................................ 3
BAB
II MATERI POKOK PEMBAHASAN .................... 4
BAB
III PERMASALAHAN YANG DITEMUKAN ..... 13
BAB
IV TANGGAPAN ................................................... 16
BAB
V KESIMPULAN ................................................... 20
BIBLIOGRAFI
BAB I
PENDAHULUAN
Kristologi
adalah fokus dari Kitab Suci, bahkan seluruh nubuatan dalam Perjanjian Lama
merujuk kepada kedatangan Kristus. Injil Yohanes mencatat perkataan Yesus yang
berbunyi demikian: “Kitab-kitab suci itu memberi kesaksian tentang Aku” (Yoh.
5:39). Jerome merupakan seorang bapa gereja yang besar dari abad keempat dan
kelima menuliskan bahwa “tidak mengenal Kitab Suci sama dengan tidak menganal
Kristus.”[1]
Sebab inti dari kekristenan adalah Kristus, dalam arti bahwa Kristus adalah
bagian yang paling sentral dalam kekristenan.
Sentralitas
Kristus dalam kekristenan mulai memudar seiring berkembangnya kaum pluralis
yang menyatakan penolakkannya terhadap semua klaim agama yang bersifat
eksklusif, absolute, unik dan final. Pluralisme menolak konsep kefinalitasan
eksklusivisme yang normative dan keunikan Yesus Kristus. Menurut kaum pluralis
kebenaran-kebenaran dalam agama dan tentang agama adalah relative. Tujuan kaum
pluralis ini adalah untuk membangun dialog dengan agama-agama lain dan
menyatakan bahwa keselamatan ada dalam semua agama. Kristus adalah salah satu
keselamatan tersebut, namun hal ini menyebabkan bahwa keselamatan di dalam
Kristus tidaklah mutlak dan absolute.
Berdasarkan
dari latar belakang masalah ini penulis bertujuan untuk menanggapi isu-isu
tersebut dengan terang kaum injili yang sebenarnya, bukan dalam rangka menjawab
dengan apologetika, tetapi menjabarkan pemikiran kaum pluralis, mengkritisi dan
mengapresiasi dalam terang kaum Injili.
BAB II
MATERI POKOK PEMBAHASAN
Data
adalah bagian penting dalam satu materi bahasan. Semakin bayak data-data valid
yang ditemukan akan membuat penelitian semakin baik. Penulis dalam hal ini
memaparkan berbagai macam isu-isu dan data-data yang berkaitan dengan
Kristologi pluralistic.
- Pluralisme
Dalam
hakekatnya pluralisme menyatakan bahwa semua agama setara, sama-sama benar, dan
sama-sama menyelamatkan. Dalam bukunya Jhon Stott mengatakan: “Pluralism expresses the simple fact that
there are may religions,… Christianity must be view as only oe religion among
may, and Jesus as only one savior among others”.[2]
Terjemahan: pluralisme menyajikan kenyataa sederhana bahwa ada banyak agama, ….
Kekristenan harus dipandang sebagai salah satu di antara banyak agama, dan
Yesus sebagai salah satu Juruselamat di antara banyak juru selamat lainnya. Hal
ini menunjukka bahwa pluralisme merupaka pandangan dari sebagain orang Kristen
yang berpendapat bahwa semua agama sama dan di dalam semua agama ada
keselamatan.
Menurut
sejarahnya pluralisme muncul karena adanya gelombang humanism. Humanism
kemudian melahirka rasionalisme, dan akhirnya berkembang kea rah liberalism
dalam kekristenan. Pluralisme lahir dari pergumulan yang dihadapai kekristenan,
khususnya yang berada di tengah-tengah lingkungan yang begitu beragam baik
secara politik, ekonomi, budaya, maupun kepercayaan. Charles Sherlock
berpendapat bahwa “Pluralism is ussualy
made in search for security, or the desire to be comfortable in life”.[3]
Terjemahan: pluralisme biasanya dalam rangka mencari rasa aman, atau keinginan
untuk mendapatkan kehidupan yang nyaman. Klaim kemutlakan Kristus seringkali
menjadi konflik antar umat beragama, suku dan budaya. Oleh sebab itu finalitas
Kristus dikorbankan guna mecapai dialog dan tidak menimbulkan perpecahan.
David
Breslaur seperti yang dikutip oleh Wisma Pandia menyebut pluralisme sebagai suatu situasi di mana
bermacam-macam agama berinteraksi dalam suasana saling menghargai dan dilandasi
kesatuan rohani meskipun mereka berbeda.[4]
Dalam argumennya Paul F. Knitter menyatakan bahwa umat Kristen bisa terus
menegaskan dan memberitaka kepada dunia tentang Yesus sebagai benar-benar (truly) ilahi dan juruselamat, namun mereka
tidak perlu bersikeras bahwa dia satu-satunya ilahi dan juruselamat.”
Benar-benar, namun bukan satu-satunya – hal ini menunjukkan upaya baru untuk
meegaskan pentingnya Yesus dalam dunia kepelbagaian agama.[5]
Dapat disimpulkan bahwa umat Kristen diizinkan untuk sepenuhnya percaya kepada
Kristus, naumn sekaligus dapat terbuka dengan umat lain. Gereja memiliki peran
untuk masuk ke dalam dunia dengan pesan yang secara universal relevan dan
penting, namun pada saat yang sama bersedia mendengarkan pesan-pesan lain dan
sumber-sumber berbeda.
Setiap
agama memiliki keunikannya masing-masing. Dalam hal ini perbedaan bukanlah
penghalang, melainkan pemersatu sebab di dalam pluralisme semua agama sama.
Raymond Panikar yag merupakan seorag teolog Asia dari Gereja Katolik mengatakan
bahwa: “Kristus adalah satu-satunya pengantara, tetapi bukan monopoli orang
kristen saja. Karena Ia hadir dan bekerja dalam setiap agama secara
terselubung.”[6]
Dalam
bukunya yang berjudul “Teologi Pluralisme
Agama” Wisma Pandia mengutip beberapa tokoh pluralisme juga mengatakan:
Orang
Hindu yang baik dan bonafide diselamatkan oleh Kristus dan bukan oleh
Hinduisme, tetapi melalui sakramen-sakramen Hinduisme, melalui mysterium yang
tiba kepadanya. Melalui Hinduisme Kristus menyelamatkan orang Hindu secara
normal. Georges Khidr berbicara tentang Kristus dalam tradisi agama lain.”
Kristus bersembunyi dimana-mana dalam misteri kerendahanNya. Setiap bacaan
kepada agama-agama adalah bacaan kepada Kristus. Hanya Kristus saja yang
diterima sebagai terang ketika anugerah mengunjungi seorang Brahmin, seorang
Budhis atau seorang muslim yang sedang membaca kitab suci mereka masing-masing.
Sedangkan John Hick mengatakan,” Allah adalah matahari sumber asli terang dan
kehidupan, dimana semua agama merefleksikannya dalam cara-cara mereka yang
berbeda-beda”.[7]
Pernyataan di
atas menunjukkan bahwa semua agama adalah sama, menuju Allah yang sama, yang
pada akhirnya akan menuju satu agama dunia yaitu agama global. Selain itu,
pernyataan di atas hendak memberikan keterangan bahwa semua agama ini memiliki
satu Pencipta dan sumber keselamatan yang sama yakni Allah. Pinnock menyatakan
bahwa: “the position that denies the
finality of Jesus Christ and maintains that other religions are equally
salvific paths to God.”[8]
Terjemahan: “Posisi yang menyangkal Kefinalitas Yesus Kristus dan yang
menegakkan bahwa agama-agama lain adalah jalan keselamatan yang sama kepada
Allah”. Hal ini merupakan sikap dengan rela mengorbankan finalitas Kristus dan
menitikberatkan sumber keselamatan yakni Allah.
Kaum
pluralisme percaya bahwa keselamatan adalah anugerah Allah. Anugerah Allahlah
yang mampu menyelamatkan manusia. Anugerah Allah yang dinyatakan dalam dunia
membuktikan bahwa Allah tidak mungkin menghukum atau menjerumuskan manusia ke dalam
neraka. Tillich menganggap bahwa: “Hell
as a symbol which had lost its character of eternal damnation“.[9]
Terjemahan: “Neraka sebagai suatu symbol saja yang telah kehilangan sifat
hukuman kekalnya.” John A. T. Robinson dalam bukunya yang berjudul “Honest to God” menyangkal keberadaan
neraka, karena Allah adalah maha kasih tidak mungkin membuat neraka bagi umat
manusia”.[10]
Para tokoh ini berpandangan bahwa Allah menjadi pusat dalam penyelamatan dunia,
yang diwujudnyatakan dalam berbagai bentuk agama.
- Isu-isu Kristologi
Dalam
berbagai bentuk pemberitaan Yesus diberitakan dalam berbagai macam kebudayaan.
Berbagai macam pandangan dan kesaksian tentang Yesus dalam keragaman budaya dan
agama membuat keotentikan Yesus menjadi kabur. Yesus diberitakan dengan maksud
tertentu sesuai dengan keadaan dan kondisi manusia tersebut. Dalam hal ini
penulis akan memaparkan berbagai bentuk pemberitaan tentang Yesus dalam sejarah
gereja yang ada.
Yesus Penggenapan yang Lengkap
“Yesus
Kristus penggenapan yang lengkap” adalah kalimat yang disampaikan sebagai
rangkuman atas theology Justinus Martir. Dalam first Apology-nya, dia menunjuk kepada banyak
nubuatan Perjanjian Lama yang menunjuk kepada Kristus. Namun dia juga percaya
bahwa sedikitnya sampai taraf tertentu kekristenan merupakan perwujudan dari
semua yang terbaik dari filsafat Yunani. Justinus mengklaim kaum filsuf
mengetahui Kristus dalam Logos ilahi yang sejak semula ada dan telah
berinkarnasi sepenuhnya dalam diri Yesus Kristus. Logos ini telah disebarkan
oleh Sang Penabur Ilahi di segala tempat. Hal ini menunjukan bahwa tampak ada
benih kebenaran di antara semua manusia. Ajaran moral kaum Stoik pantas
dikagumi “karena Logo Spermatikos
(benih rasional atau benih nalar) yang ditanam di dalam setiap mansuia”.[11]
Hal ini juga berlaku bagi semua filsuf. “Sebab semua penulis sanggup menulis
secara samar-samar melalui ditaburkannya benih yang ditanam di dalam diri
mereka”.[12]
Hal ini menujukkan bahwa setiap orang yang telah ditaburi benih Logos
Spermatikos layak disebut orang Kristen, sekalipun mereka menyatakan tak
beraallah. Inilah yang disebut orang Kristen sebelum Kristus.
Dasar
Alkitab yang dipakai adalah logos (Firman
atau rasio) dalam Injil Yohanes 1:9 “Terang yang sesungguhnya, yang menerangi
setiap orang, sedang datang ke dalam dunia”. Dalam paparannya Justinus
menunjukkan bahwa sebelum Kristus “datang” dalam inkarnasi, Dia “sedang
datang”, dan sekarang pun Dia tetap sedang datang, memberikan terang kepada
setiap orang. Terang di sini bukan merujuk kepada keselamatan melainkan terang
itu sendiri. Sehingga segala yang baik, indah, dan benar bersumber pada Firman
itu, “terang yang sesungguhnya” adalah Yesus Kristus. [13]
Kristus Sang Pembebas Sosial
Pada
Perjanjian Baru Yesus ditunjukkan sebagai pembebas tertinggi di dunia. “Jikalau
kamu tetap dalam firman-Ku , kamu benar-benar murid-Ku dan kamu mengetahui
kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kammu” (Yoh. 8:31-32). Hal ini
menunjukkan bahwa Yesus adalah pembebas tertinggi dan tidak ada keraguan
didalamnya, sebab Yesus sendiri yang mengatakannya. Selain itu Paulus juga
memberikan penegasan akan hal tersebut yang termuat dalam surat yang Paulus
sampaikan kepada jemaat di Galatia, “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka,
Kristus telah memerdekakan kita” (Gal. 5:1). Oleh sebab itu di setiap zaman
sejarah gereja “ keselamatan” telah ditafsirkan sebagai suatu bentuk kebebasan.
Pada
tahun 1970-an berkembanglah apa yang disebut sebagai theologi liberasi di
amerika Latin. Tokoh-tokoh yang terkenal adalah Rubem Alves ( A Theology of Hope, 1969), Gustavo
Gutierrez (A Theology of Liberation,
1971) dan Hugo Assmann (Oppression-Liberatio:
a Challenge to Christians, 1971). Orlandoo Costas membeda-bedakan mereka dengan menyatakan bahwa “jika Alves
adalah nabi dari gerakan itu, dan Assmann adalah apologethya, maka Gutierrez
adalah theology sistematikanya.[14]
John Stott dalam bukunya “Kristus Yang
Tiada Tara” menyatakan bahwa:
Theologi
pembebasan awalnya ditujukan terhadap penindasan sosial , politik, dan ekonomi.
Namun sejak saat itu telah muncul theologi-theologi pembebasan lain. Ada
theologi Daith, yang mempersoalkan kasata di kalangan orang India, yaitu kaum
Harijan(“the Untouchables”); theologi hitam di Amerika Serikat dan Afrika, yang
mempersoalkan masalah ras; theologi feminis, yang mempersoalkan masalah gender;
da theology pembebasan gay, yang mempersoalka orientasi seksual. Ketepatan
secara politis menekankan bahwa semua ini sama-sama sah dan bahwa tidak boleh
ada diskriminasi yang diizinkan berkaitan dengan kasta, ras, gender, atau
orientasi seksual.[15]
Akan tetapi
perspektif Kristen menunjukkan hal yang berbeda. Paulus dalam tulisannya “Dalam
hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang
merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di
dalam Kristus Yesus” (Gal. 3:28) menjadi ayat piagam kebebasan Kristen, namun
harus diperhatikan bahwa ayat tersebut harus ditafsirkan secara hati-hati dan
benar-benar cermat. Ayat ini menjelaskan bahwa di dalam iman kepada Kristus
perbedaan etnis, sosial dan seksual tidaklah relevan. Semua manusia setara
dalam nilai dan martabat di hadapan-Nya. Tetapi perbedaan-perbedaan yang ada
tidaklah hilang begitu saja, latar belakang etnis pada setiap orang akan tetap
menjadi suatu bagian penting dari jati diri orang tersebut. Hal ini berlaku
juga dalam gender manusia yakni,, laki-laki tetaplah seorang laki-laki dan
perempuan tetaplah seorang perempuan, masing-masing memiliki perbedaan dalam
hal fungsi dan peran menurut gender.
Pembebasan
ini dimaksudkan untuk mejamin kebebasan kita dari apapun dan segala sesuatu
yang menghambat manusia untuk menjadi apa yag Allah maksudkan bagi manusia
melalui penciptaan dan penebusan – yang akan meliputi pernikahan sebagai
kerekanan yang heteroseksual, monogami, penuh kasih, dan seumur hidup, yang
dibentuk oleh Allah dan yang disahkan oleh Yesus Kristus. Menurut Gutierrez
lagkah pertama dalam bertheologi adalah bukan membuka Alkitab melainka membuat
komitment yang serius untuk berjuang demi pembebasan.[16]
Teks yang dipelajari bukanlah teks Alkitab terlebih dahulu, melainkan teks
sosial yaitu realitas di sekitar manusia dan pengalaman pribadi akan realistas
tersebut.
Yesus Manusia Bebas
Para
teolog Filipina berusaha membangun paham Kristologi yag merujuk pada pengalaman
kehidupan bangsa Filipina. Filipina dahulu hidup mederita da ditindas oleh
penjajah Spanyol. Tekanan pada penderitaan Yesus digambarkan sebagai bentuk
penderitaan akibat pejajahan. Kisah penderitaan Yesus merupakan sebuah gerakan
revolusioner. Penderitaan, wafat dan kebangkitan Yesus dan penghakiman terakhir
memberikan inspirasi kepada banyak orag beriman untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu demi pembebasan bangsa Filipina.[17]
Yesus bersikap aktif terhadap penderitaan yang diderita-Nya, begitu ula kaum perempuan Filipina yang harus
memperjuangkan kebebasan mereka.[18]
Berangkat dari pemahaman ini menunjukkan bahwa perempuan Filipina berpendapat
bahwa Yesus adalah sang Pembebas umat melalui penderitaan, kematian dan
kebangkitan-Nya. Inti pesan Yesus adalah manusia yang bebas.
Yesus Sebagai Metafora Alam
Konstruksi Kristologi di
Cina berbeda dengan tempat lain, sebab mereka menolak bahwa Yesus mati dengan
cara yang mengenaskan, dicambuk dan disalibkan. Menurut orang Cina Yesus yang disalib adalah karma
yang buruk, menggangu keharmonisan, kedmaian, dan ketentraman dalam
religiositas Cina. Oleh sebab itu dalam Perjanjian Baru terdapat sumber
Kristologi yang menggunakan metafora alam. Yesus menggunakan tanaman anggur da
ranting untuk mendeskripsikan relasi-Nya dengan Bapa dan para murid. Yesus
memberikan diri-Nya sebagai Roti dan Air Hidup, Yesus menggambarka
keprihatinan-Nya atas kota Yerusalem seperti induk ayam yang mengumpulkan
anak-anaknya di bawah sayap-sayapnya. Gambaran ini menunjukan bahwa Yesus
aadalah cinta kasih Allah yang melampaui semua dan menjangkau segala sesuatu.
Yesus
yang Hitam[19]
Dalam
periode ketika ditemukan benua Amerika, pesisir Afrika Selatan di telusuri,
dikolonisasikan dan ditaklukan. Perdagangan budak berkaitan dengan penaklukan
dan pendayagunaan Amerika. Ketika orang Indian dirasa kurang cocok dengan
pekerjaan sebagai buruh di perkebunan, timbulah kebutuhan akan pengadaan
tenaga-tenaga kulit hitam dari Afrika. Pengejaran Manusia secara besar-besaran
ini, dilakukan untuk memperoleh budak-budak perkebunan, yang sebenarnya
dirintis oleh orang-orang portugis, dan kemudian diikuti oleh orang-orang
Belanda dan Inggris. Akibat dari perdagangan ini sangat merisaukan. Kehidupan
masyarakat Afrika sangat merasa kacau balau. Sebagai akibat dari pekerjaan
perbudaka ini juga, pekerjaan misi di Mozambik misalnya mengalami kemunduran.
Sikap para misionaris terhadap perbudakan memberikan dampak negatif bagi misi
mereka. Bahkan juga ditemukan bahwa di Kongo mejelang abad ke-18 agama Kristen
bahkan lenyap.
Anak
cucu dari budak-budak kulit hitam, yang dulu diangkut dari Afrika ke benua
Amerika itu, dalam puluhan tahun terakhir ini, menyadari bahwa Yesus yang
diberitakan kepada mereka dijadikan “orang Kulit putih” yang menjadi semakin
putih. Di Amerika Serikat pada tahun 1960an mulai berkembang apa yang disebut
dengan Teologi Hitam. Yang dititikberatkan teologi ini ialah, melepaskan diri
dari “Teologi kulit putih”, yang telah menciptakan seorang Allah sesuai gambar
seorang bangsa barat yang berkulit Putih”. Teologi hitam mengakui Tuhan yang
setia kawan dengan setiap insane yang tertindas dari ras dan bangsa
apapun, dan yang berada ditengah penderitaan, penghinaan dan kematian mereka.
Para Teolog kulit hitam berbicara tentang Mesias Kulit Hitam, Allah kehidupan
dan Allah harapan kepada semua orang yang tertindas. Mesias Kulit hitam ini,
yang adalah orang yang tertindas dari Allah, kelihatan pada wajah-wajah orang
miskin dan tertindas yang berkulit hitam.
Teologi
ini dipelopori oleh James Cone. Ia berpendapat bahwa tidak ada kebenaran dalam
Kristus yang tidak terlepas dari orang yang tertindas, dari sejarah dan
kebudayaan mereka. Kristus adalah suatu peristiwa pembebasan, suatu “Kejadian”
dalam hidup mereka yang tertindas dan yang berjuang untuk kebebasan politik.
BAB III
PERMASALAHAN YANG
DITEMUKAN
Pemikiran
pluralisme bercampur dengan pemikiran liberal menunjukan adanya masalah. Stevri
I. Lumintang mengatakan bahwa:
Pluralisme
adalah tantangan sekaligus bahaya yang sangat serius bagi kekristenan. Karena
pluralise bukan sekedar konsep, sosiologis, antropologis, melainkan filsafat
agama yang bertolak bukan dari Alkitab, melainkan bertolak dari fakta
kemajemukan yang diikuti oleh tuntutan toleransi, dan diilhami oleh keadaan
sosial-politik yang didukung oleh kemajemukan etnis, budaya, dan agama; serta
disponsori oleh semangat globalisasi dan filsafat relativisme yang
mengiringinnya.[20]
Dengan kata lain
kaum pluralisme menganggap semua agama adalah sama, sama-sama benar, sama-sama
unik dan sama-sama menyelamatkan.
- Pemahaman Alkitab
Pluralisme
menganggap bahwa Alkitab hanyalah pendukung pemikirannya, sehingga mereka tidak
mendalami sesuai dengan konteks dan budaya Alkitab itu ditulis. Kaum Pluralis
mendekati teks Alkitab hanya dengan budaya dan situasi yang terjadi saat-saat
ini.
- Pemahaman Kristologi
Apabila
dilihat dalam pemahaman Kristologi kaum Pluralis mengorbankan finalitas Kristus
dalam keselamatan. Hal ini menyebabkan banyak perdebatan di kalangan teolog
Kristen. Ciri-ciri pemahaman Kristologi kaum pluralis adalah:
Kristologi dari Bawah
Pandangan
ini berusaha untuk memahami ke Tuhanan Yesus yang dimulai dari manusia Yesus
dari Nazaret, kemudian bertanya bagaimana caraya ia menjadi Allah. Sekalipun
banyak kaum pluralis tidak mengguakan metode ini, namun untuk membangun
teologinya mereka berusaha untuk mengembangkan dan menjadikannya sebagai dasar
dari doktrin mereka.
Kristologi Fungsional
Kristologi
fungsional menekankan pada karya Kristus, sehingga banyak muncul wajah Yesus di
Asia, Afrika, Amerika, dan Eropa, dsb.
Kaum pluralis berpendapat bahwa Kristologi dilihat dari aspek manfaat
atau yang disebut Kristologi Fungsional. Bagi mereka Kristologi fungsioal
adalah jembatan atau jalan utuk mewujudkan Kristologi kontekstual. Dalam hal
ini bayak buku yang beredar yaitu: Wajah
Yesus di Asia; Memandang Yesus: Gambar Yesus dalam Berbagai Budaya; dsb.
Kristologi Kontekstual
Kristologi
Kontekstual harus dipahami dalam konteks kemajemukan budaya yang ada di dunia.
Anton Wessel seorag teolog Belanda berusaha menjelaskan bahwa Kristologi yag
kontekstual, yaitu Kristologi yang mampu dipahami oleh semua konteks budaya.
Kristologi ini diupayakan kaum pluralis untuk menegaskan kehadiran Allah bagi
penganut Theosentrisme . Disamping itu kaum pluralis membangun dasar Kristologi
dilihat dari kemajemukan agama. Sehingga setiap agama memiliki pemahaman
tentang Yesus yag berbeda-beda. Pemahaman ini menunjukka bahwa ada Yesus di
semua agama, sekalipun Yesus muncul dalam konteks khusus.
Kristologi Kosmik
Kristologi
kosmik hendak menujukkan bahwa dalam setiap agama ada keselamatan. Hal ini
dilihat bahwa Yesus hadir sebagai penyelamat semua manusia, sekalipun tidak
mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Yesus tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu, juga tidak dibatasi oleh agama dan budaya. Oleh sebab itu, kematian
Yesus dimaknai sebagai kematian universal, bukan untuk orang Kristen secara
eksklusif tetapi relative.
Kristologi Theosentris
Kristus
bukanlah finalitas keselamatan, namun keselamatan adalah murni anugerah Allah.
Karena sumber keselamatan hanyalah anugerah Allah, di mana Allah yang Maha
Kasih tidak mungkin menghukum umat-Nya. Pemahaman ini ingin menunjukkan bahwa
neraka tidak ada, sebab Allah menyelamatkan semua umat manusia. Dasar yag
dipakai adalah Allah Maha Kasih tidak mungkin meghukum manusia.
BAB IV
TANGGAPAN
Usaha
kaum pluralis untuk mengennalkan Yesus kepada semua agama dan budaya perlu
mendapatkan apresiasi. Tujuan mereka sangatlah baik dengan menyajikan Yesus
yang sesuai dengan budaya dan p
emahamann
agama tertentu. Sehingga hal ini tidak menimbulkan konflik antar umat beragama
dan antar budaya di seluruh dunia. namun perlu digaris bawahi banyak kekeliruan
yang disampaikan oleh kaum pluralis kepada masyarakat luas.
Perintah
Tuhan Yesus sangat jelas: “karena itu, pergilah, jadikanlah semua bangsa
murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Aak dan Roh Kudus, dan
ajarlah mereka melakuka segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Da
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat.
28:19-20), namun perintah ini harus dilakukan dengan bijaksana dan tepat.
Jangan sampai mengorbankan finalitas Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat
satu-satunya. Wujud nyata mengasihi sesame manusia (Mat. 22:39) tidaklah dengan
mebiarkan mereka terjerumus ke dalam kesesatan. Sangat membahayakan apabila
orang Kristen sendiri, yang menyebabkan kesesatan.
Kaum
pluralis mengambil ayat Alkitab hanya untuk kepentingannya sendiri, guna
memperkuat pandangannya. Pendekatan Alkitab harus memakai sistem hermeunitika
yang tepat. Alkitab harus dipahami dari sudut pandang budaya penulis awal dan
penerima surat atau Alkitab tersebut. Pendekatan sosiologis dan antropologis
hayalah menyalahi kebenaran Alkitab, sehingga kebenaran ini mejadi samar,
bahkan melenceng. Namun apabila Alkitab ditafsirkan sesuai dengan hermeunitika
yang tepat, akan menghasilkan teologi yang benar.
Kaum
pluralis juga menggunakan metode Kristologi dari bawah, kristologi fungsional,
kristologi kontekstual, kristologi theosentis, kristologi kosmik. Hal ini akan
menimbulkan masalah dalam pemahaman tentang Yesus. Kristologi dari bawah yang
membicarakan Yesus dari sudut padang Yesus dari Nazaret, namun tidak
membicarakan Yesus yang adalah logos atau Allah, membuat pemahaman tentang
Kristus tidak lengkap. Sehingga hal ini akan meimbulkan kesesatan yang sangat
berbahaya, karena Kristus tidak diberitakan secara penuh.
Kristologi
fungsional juga mengakibatkan pemahaman tetang Kristus kabur, karena hanya
memanfaatkan Kristus hanya untuk kepentingan diri sendiri. Kristus datang untuk
memberikan keselamatan kekal, melepaskan orang percaya dari belenggu hukuma
kekal, pembebasan dari belenggu dosa (1 Kor. 6:19-20; Mrk. 10:45; Gal. 4:9).
Jadi pemberitaan Kristus jangan dikaburkan dengan mengatakan bahwa akan
membebaskan dari penganiayaan secara fisik dan membebaskan umat dari
penderitaan duniawi. Penderitaan duniawi adalah bagian dari proses untuk mencapai
kedewasaa rohani (Rm. 8:28; 1 Pet. 1:6-7).
Kristologi
kontekstual yang mengkontekstualkan pemberitaan Kristus. Kristologi ini
didasarkan pada kemajemamukan budaya dan agama. Seharusnya dasar Kristologi
dibangun bukan karena pengaruh dari luar, melainkan Alkitab adalah dasar dari
Kristologi. Kompromi terhadap budaya sehingga mengakibatkan finalitas Kristus
tidak terbukti. Justru finalitas Kristus inilah yang menjadi dasar keselamtan
orang percaya. Sebab dibawah kolong langit ini tidak ada keselamatan di luar
Kristus (Kis. 4:12). Kontekstual boleh menjadi jalan dalam pemberitaan Injil,
namun jangan sampai mengorbankan finalitas Kristus.
Kristologi
theosentris dan kosmik memiliki kesamaan mereka berpadangan semua orang akan
selamat. Setiap agama ada keselamatan dan keselamatan diperoleh melalui
anugerah Allah (Ef. 2:8). Ayat ini disalahpahami sehigga membangun sebuah
teologi yang keliru. Apabila melihat ayat sebelumya Kristus memiliki peran
sentral di dalam Keselamatan. Kristus sebagai korban keselamatan dan Kristus
itulah anugerah Allah itu sendiri. Yohanes 3: 16 mengatakan: “karena begitu
besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia megaruniakan anak-Nya yang tunggal
supaya setiap orang yang percaya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal”. Argumen yang menyatakan bahwa “Allah Maha Kasih tidak mungkin menghukum
manusia”, merupakan argument yang lemah karena Allah juga memiliki sifat Maha
Adil, sehingga setiap orang akan mendapat hukuman sesuai dengan dosa yang telah
dibuat. Namun kasih-Nya diberikan kepada mereka yang percaya kepada berita
tentang Yesus. Jadi seharusnya semua manusia menerima penghukuman Allah, namun
Allah juga memilih orang yang diselamatkan. Dengan hal ini menunjukkan bahwa
keadialan Allah terbuktikan dan kasih-Nya juga terbukti.
Bagi
penulis pemberitaan Yesus yang tidak autentik adalah pemberitaan Yesus yag
lain. Perhatikanlah ungkapa Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus: “Aku takut, kalau-kalau pikiran kamu
disesatkan dari kesetiaanmu yang sejati kepada Kristus…. sebab kamu sabar saja,
jika ada seorang datang memberitaka Yesus yang lain dari pada yang telah kami
beritakan..” (2 Kor. 11:3-4). Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia
Paulus juga menulis: “Belum berapa lama
Allah telah memanggil kamu supaya kamu mengikut Dia. Ia memanggil kamu melalui
anugerah-Nya yang telah datang melalui Kristus. Sekarang aku heran terhadap
kamu sebab dalam waktu singkat kamu sudah berbalik dan mempercayai kabar baik
yang berbeda dari yang telah kami beritakan kepada kamu, yang sama sekali bukan
kabar baik. Beberapa orang telah membingungkan kamu. Mereka mau mengubah Kabar
Baik* tentang Kristus. Jika kami atau siapa pun bahkan malaikat dari surga
memberitakan kabar baik yang berbeda dari yang telah kami beritakan kepada
kamu, mereka harus dihukum. Kami telah mengatakan hal itu sebelumnya dan
sekarang kukatakan lagi: Jika ada orang yang memberitakan kabar baik kepadamu
yang berbeda dengan yang telah kamu terima, mereka harus dihukum” (Gal.
1:6-9). Budaya kontemporer mengakibatkan
banyak orag memanipulasi Yesus, bahkan ratusan atau ribuan Yesus telah
ditawarkan kepada masyarakat luas. Penulis berkata bahwa “selain Yesus yang
telah diberitakan dalam Alkitab, itu adalah Yesus yang lain”, apabila ada data
dari luar Alkitab seharusnya mendukung Yesus yang ada dalam Alkitab bukan
justru mengaburkannya.
BAB V
KESIMPULAN
Pluralisme
menjadikan Alkitab sebagai pendukung pendapatnya, yang disesuaikan degan sosial
budaya, dan agama. Alkitab hanya dipakai utuk kepentingan diri sediri dan tidak
menelaah degan metode hermeunitika yang tepat dan benar, dalam arti kaum
pluralis melakukan pemerkosaan terhadap ayat Alkitab.
Kristologi
pluralistic adalah paham yang menyangkal finalitas Kristus sebagai korban
keselamatan manusia. Kristologi pluralistik ingin menyajikan Yesus yang hadir
kepada semua agama dan budaya. Cirri-ciri pemberitaan Yesus adalah melalui
cara: Kristologi dari bawah; Kristologi Fungsional, Kristologi Kontekstual,
Kristologi Kosmik, dan Kristologi Theosentis. Kristus tidak dipahami sebagai
logos melainkan sebagai Yesus yang hidup dalam sejarah di Israel.
BIBLIOGRAFI
Costas,
Orlando. The Church and Its Mission; A
Shatterig Critique from the Third World.
Coverdale. 1974.
Gutierres,
Gustavo. A Theology of Liberation: History,
Politics and Salvation. SCM
Press. 1974.
Knitter,
Paul F. Satu Bumi Banyak Agama.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2008.
Kuiper,
R. B. For Whom Did Chirst Die?. Grand
Rapids: Baker Book House. 1982.
Lumintang,
Stevri I. Theologi Abu-abu: Pluralisme Agama.
Malang: Gandum Mas. 2004.
Martir,
Justinus. dalam The Ante-Nicene Fethers,
ed. A. Robert dan J. Donaldson. 1885;
Eerdmans, t.t.
Pandia,
Wisma. Teologi Pluralisme Agama-agama.
Tangerang : Literatur Sekolah Tinggi Theologi Injili Philadelphia.
Panikkar,
Raymond. Dialaog Intra Religiu. Yogyakarta:
Kanisius. 1994.
Pinnock,
Clark H. A Wideness in God’s Mercy. Grand Rapids: Zondervan
Publishing House. 1992.
Sherlock,
Charles. The Doctrine of Humanity. Leicester:
Inter-Varsity Press. 1996.
Stott,
Jhon. The Contemporary Christian. Leicester:
Inter-Varsity Press. 1993.
Stott,
John. Kristus Yang Tiada Tara. Diterjemahkan
oleh. Ina Elia Gani. Surabaya: Momentum. 2013.
The Document of Vatican II Geoffrey
Chapman.1966.
Wessels,
Anton. Memandang Yesus: Gambar Yesus
dalam Berbagai Budaya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2001.
Wright,
N.T. “Universalism”: New Dictionary of Theology,
Edited by Sinclair B. Ferguson.